Sejarah Pencinta Alam Indonesia
Selama ini, kegiatan kelompok mahasiswa
pecinta alam (Mapala) identik dengan pendakian gunung, penjelajahan gua, dan
berarung jeram di sungai. Sebenarnya, kelahiran Mapala di Tanah Air justru
berbau politis.
Menurut
Ahmad Badrul Umam mahasiswa fakultas teknik semester 4 universitas bojonegoro,
sejarah kelompok pecinta alam kampus dimulai sekira 40 tahun lalu. Ketika itu,
para aktivis mahasiswa terpaksa bungkam akibat dikeluarkannya SK 028/3/1978 yang
membekukan kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa. Masa ini dikenal sebagai
masa Normalisasi Kegiatan Kampus (NKK).
Organisasi Mapala pertama di kampus
Tanah Air lahir di Universitas Indonesia (UI). Pada 8 November 1964, Soe Hok
Gie melontarkan gagasan pembentukan organisasi Mapala di UI, terinspirasi oleh
Ikatan Pecinta Alam Mandalawangi. Para anggota Mandalawangi, yakni masyarakat
umum dan mahasiswa, harus melewati seleksi ketat terlebih dahulu. Namun, umur
Mandalawangi tidak panjang, hanya dua tahun.
Badrul memaparkan, gagasan Soe ini
digarap serius. Akhirnya, pembentukan organisasi Mapala UI pun disepakati
dengan nama Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam (Impala). Oleh Pembantu Dekan III
Fakultas Sastra UI bidang Mahalum, Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito
yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut, nama Impala disarankan
untuk diganti karena dianggap terlalu borjuis. Drs. Moendardjito mengusulkan
nama Mapala Prajna Paramita. Selain merupakan singkatan dari
mahasiswa pecinta alam, Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Dan
Prajna Paramita adalah dewi pengetahuan. Jadi, menurut Badrul, penggunaan nama
ini diharapkan dapat mendorong segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggota
Mapala UI akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan.
"Ide pencetusan pada saat itu
memang didasari dari faktor politis, selain dari hobi individual pengikutnya.
Organisasi ini juga dimaksudkan untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak
dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya
mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antarorganisasi," urai
Badrul.
Badrul pun mengutip tulisan Soe Hok Gie
dalam Bara Eka, 13 Maret 1966. Menurut Soe, Mapala mencoba membangunkan kembali
idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai
alam, Tanah Air, rakyat dan almamaternya.
"Mereka adalah sekelompok mahasiswa
yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui
slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal
rakyat dan Tanah Air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat
menjadi patriot-patriot yang baik," tulis Soe.
Menurut Badrul, Mapala adalah organisasi
beranggotakan para mahasiswa dengan kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan
dengan alams ekitar dan lingkungan hidup. Diinisiasi Mapala UI, para mahasiswa
ini membuang energi mudanya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke
puncak gunung.
"Sejak itulah pecinta alam pun
merambah tak hanya kampus, melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah
ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampung-kampung.
Seakan-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah merasa
sebagai pecinta alam," imbuhnya.
(HerSis)
Komentar
Posting Komentar